Senin, 16 Juni 2014

psikodiagnostik 1 #13

selamat malam bloggers :) bertemu lagi deh kita hehe 
kali ini saya akan membahas mengenai kode etik dalam Psikologi yang sebenarnya sih banyak banget tapi mungkin hanya akan saya beritahu sedikit karena kalau semuanya bakal panjang banget isi blognya, yuk yuk disimak yukkk


KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA

BAB I
PEDOMAN UMUM

Pasal 1
Pengertian
  1. KODE ETIK PSIKOLOGI adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.
  2. PSIKOLOGI merupakan ilmu yang berfokus pada perilaku dan proses mental yang melatarbelakangi, serta penerapan dalam kehidupan manusia. Ahli dalam ilmu Psikologi dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu profesi atau yang berkaitan dengan praktik psikologi dan ilmu psikologi termasuk dalam hal ini ilmu murni atau terapan.
  3. PSIKOLOG adalah lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar belakang pendidikan Sarjana Psikologi lulusan program pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) sistem kurikulum lama atau yang mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dan lulus dari pendidikan profesi psikologi atau strata 2 (S2) Pendidikan Magister Psikologi (Profesi Psikolog). Psikolog memiliki kewenangan untuk memberikan layanan psikologi yang meliputi bidang-bidang praktik klinis dan konseling; penelitian ; pengajaran; supervisi dalam pelatihan, layanan masyarakat, pengembangan kebijakan; intervensi sosial dan klinis; pengembangan instrumen asesmen psikologi; penyelenggaraan asesmen; konseling; konsultasi organisasi; aktifitas-aktifitas dalam bidang forensik; perancangan dan evaluasi program; serta administrasi. Psikolog DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  4. ILMUWAN PSIKOLOGI adalah ahli dalam bidang ilmu psikologi dengan latar belakang pendidikan strata 1 dan/atau strata 2 dan/atau strata 3 dalam bidang psikologi. Ilmuwan psikologi memiliki kewenangan untuk memberikan layanan psikologi yang meliputi bidang-bidang penelitian; pengajaran; supervisi dalam pelatihan; layanan masyarakat; pengembangan kebijakan; intervensi sosial; pengembangan instrumen asesmen psikologi; pengadministrasian asesmen; konseling sederhana; konsultasi organisasi; perancangan dan evaluasi program. Ilmuwan Psikologi dibedakan dalam kelompok ilmu murni (sains) dan terapan.
  5. LAYANAN PSIKOLOGI adalah segala aktifitas pemberian jasa dan praktik psikologi dalam rangka menolong individu dan/atau kelompok yang dimaksudkan untuk pencegahan, pengembangan dan penyelesaian masalah-masalah psikologis. Layanan psikologi dapat berupa praktik konseling dan psikoterapi; penelitian; pengajaran; supervisi dalam pelatihan; layanan masyarakat; pengembangan kebijakan; intervensi sosial dan klinis; pengembangan instrumen asesmen psikologi; penyelengaraan asesmen; konseling karir dan pendidkan; konsultasi organisasi; aktifitas-aktifitas dalam bidang forensik; perancangan dan evaluasi program; dan administrasi.
Pasal 2
Prinsip Umum

Prinsip A: Penghormatan pada Harkat Martabat Manusia
  1. Psikologi dan/atau ilmuwan Psikologi harus menekankan pada hak asasi manusia dalam melaksanakan layanan psikologi.
  2. Psikologi dan/atau Ilmuwan Psikologi menghormati martabat setiap orang serta hak-hak invidu akan keleluasaan pribadi, kerahasiaan dan pilihan pribadi seseorang.
  3. Psikologi dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa diperlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan individu atau komunitas yang karena keterbatasan yang ada dapat mempengaruhi otonomi dalam pengambilan keputusan.
  4. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari dan menghormati perbedaan budaya, individu dan peran, termaksud usia, gender, identitas gender, ras, suku bangsa, budaya, asal kebangsaan, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), bahasa dan status sosial-ekonomi, serta mempertimbangkan faktor-faktor tersebut pada saat bekerja dengan orang-orang dari kelompok tersebut.
  5. Psikologi dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha untuk menghilangkan pengaruh bias faktor-faktor tereebut pada butir ke (3) dan menghindari keterlibatan baik yang disadari maupun tidak disadari dalam aktifitas-aktifitas yang didasari oleh prasangka.
Prinsip B : Integritas dan Sikap Ilmiah
  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus mendasarkan pada dasar dan etika ilmiah terutama pada pengetahuan yang sudah diyakini kebenarannya oleh komunitas psikologi.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi senantiasa menjaga ketepatan, kejujuran, kebenaran dalam keilmuwan, pengajaran, pengamalan dan praktik psikologi.
  3. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak mencuri, berbohong, terlibat pemalsuan (fraud), tipuan atau distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan faktafakta yang tidak benar.
  4. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berupaya untuk menepati janji tetapi dapat mengambil keputusan tidak mengukapkan fakta secara untuh atau lengkap HANYA dalam situasi dimana tidak diungkapkannya fakta secara etis dapat dipertanggungjawabkan untuk meminimalkan dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi.
  5. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan kebutuhan, konsekuensi dan bertanggung jawab untuk memperbaiki ketidakpercayaan atau akibat buruk yang muncul dari penggunaan teknik psikologi yang digunakan.
Prinsip C : Profesional
  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus memilki kompetensi dalam melaksanakan segala bentuk layanan psikologi, penelitian, pengajaran, pelatihan, layanan psikologi dengan menekankan pada tanggung jawab, kejujuran, batasan kompetensi, obyektif dan integritas.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membangun hubungan yang didasarkan pada adanya saling percaya, menyadari tanggung jawab profesional dan ilmiah terhadap pengguna layanan psikologi serta komunitas khusus lainnya.
  3. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjunjung tinggi kode etik, peran dan kewajiban profesional, mengambil tanggung jawab secara tepat atas tindakan mereka, berupaya untuk mengelola berbagai konflik kepentingan yang dapat mengarah pada eksploitasi dan dampak buruk.
  4. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat berkonsultasi, bekerjasama dan/atau merujuk pada teman sejawat, profesional lain dan/atau institusi-institusi lain untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna layanan psikologi.
  5. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu mempertimbangkan dan memperhatikan kepatuhan etis dan profesional kolega-kolega dan/atau profesi lain.
  6. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam situasi tertentu bersedia untuk menyumbangkan sebagian waktu profesionalnya tanpa atau dengan sedikit kompensasi keuntungan pribadi.
Prinsip D : Keadilan
  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi  memahami bahwa kejujuran dan ketidakberpihakan adalah hak setiap orang. Oleh karena itu, pengguna layanan psikologi tanpa dibedakan oleh latarbelakang dan karakteristik khususnya, harus mendapatkan layanan dan memperoleh keuntungan dalam kualitas yang setara dalam hal proses, prosedur dan layanan yang dilakukan.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menggunakan penilaian yang dapat dipertanggung jawabkan secara profesional, waspada dalam memastikan kemungkinan bias-bias yang muncul, mempertimbangkan batas dari kompetensi dan keterbatasan keahlian sehingga tidak mengabaikan atau mengarah kepada praktik-praktik yang menjamin ketidakberpihakan.
Prinsip E : Manfaat
  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha maksimal memberikan manfaat pada kesejahteaan umat manusia, perlindungan hak dan meminimalkan resiko dampak buruk pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terkait.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi apabila terjadi konflik perlu menghindari serta meminimalkan akibat dampak buruk; karena keputusan dan tindakan-tindakan ilmiah dari Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat mempengaruhi kehidupan pihak-pihak lain.
  3. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu waspada terhadap kemungkinan adanya faktor-faktor pribadi, keuangan, sosial, organisasi maupun politik yang mengarah pada penyalahgunaan atas pengaruh mereka.
BAB II
MENGATASI ISU ETIKA

Pasal 3
Majelis Psikologi Indonesia

  1. Majelis Psikologi adalah penyelenggaraan organisasi yang memberikan pertimbangan etis, normatif maupun keorganisasian dalam kaitan dengan profesi psikologi baik sebagai ilmuwan maupun praktik psikologi kepada anggota maupun organisasi.
  2. Penyelesaian masalah pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, dilakukan oleh Majelis Psikologi dengan memperhatikan laporan yang masuk akal dari berbagai pihak dan kesempatan untuk membela diri.
  3. Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi telah melakukan layanan Psikologi sesuai prosedur yang diatur dalam Kode Etik dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah ilmiah serta bukti-bukti empiris wajib mendapat perlindungan dari Himpunan Psikologi Indonesia dalam hal ini Majelis Psikologi Indonesia.
  4. Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian layanan psikologi yang belum diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam sebuah Rapat yang dimaksudkan untuk itu.
Pasal 4 
Penyalahgunaan di bidang Psikologi
  1. Setiap pelanggaran wewenang dibidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Kode Etik Psikologi Indonesia.
  2. Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menemukan pelanggaran atau penilaian salah terhadap kerja mereka, mereka wajib mengambil langkah-langkah yang masuk akal sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran atau kesalahan yang terjadi.
  3. Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki ijin praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Pelanggaran sebagaimana dimaksud diatas adalah :
  • Pelanggaran ringan yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang tidak dalam kondisi yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan,sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut dibawah ini:
-Ilmu Psikologi
- Profesi Psikologi
-Pengguna jasa layanan Psikologi
- Individu yang menjalani pemeriksaan Psikologi
-Pihak-pihak terkait dan masyarakat umum
  • Pelanggaran sedang yaitu: Tindakan yang dilakukan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut dibawah ini: 

-Ilmu Psikologi
- Profesi Psikologi
-Pengguna jasa layanan Psikologi
- Individu yang menjalani pemeriksaan Psikologi
-Pihak-pihak terkait dan masyarakat umum
  • Pelanggaran berat yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu di bawah ini :
-Ilmu Psikologi
- Profesi Psikologi
-Pengguna jasa layanan Psikologi
- Individu yang menjalani pemeriksaan Psikologi
-Pihak-pihak terkait dan masyarakat umum
4. Penjelasan tentang jenis pelanggaran dan sanksi akan diatur dalam aturan tersendiri.

Pasal 5
Penyelesaian Isu Etika
  1. Apabila tanggungjawab etika psikologi bertentangan dengan peraturan hukum, hukum pemerintah atau peraturan lainnya, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menunjukkan komitmennya terhadap kode etik dan melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian konflik sesuai dengan yang diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Apabila konflik tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi diharapkan patuh terhadap tuntutan hukum, peraturan atau otoritas hukum lainnya yang berlaku.
  2. Apabila tuntutan organisasi dimana Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berafiliasi atau bekerja bertentangan dengan Kode Etik Psikologi Indonesia, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikolog wajib menjelaskan sifat dan jenis konflik, memberitahu komitmennya terhadap kode etik dan jika memungkinkan menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai cara sebagai bentuk tanggung jawab dan kepatuhan terhadap kode etik.
  3. Pelanggaran terhapad etika proesi psikologi dapat dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, perorangan, organisasi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain. Pelaporan pelanggaran dibuat secara tertulis dan disertai bukti terkait ditunjukkan kepada Himpunan Psikologi Indonesia untuk nantinya diserahkan kepada Majelis Psikologi Indonesia. Mekanisme pelaporan secara detail akan diatur dalam mekanisme tersendiri.
  4. Kerjasama antara Pengurus Himpsi dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran Kode Etik. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam pelaksanaan tindakan investigasi, proses penyidikan dan persyaratan yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan memanfaatkan sistem di dalam organisasi yang ada. Dalam pelaksanaannya diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan tetap memegang teguh prinsip kerahasiaan.
  5. Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi Wilayah atau Pusat dengan prodesur sebagai berikut: 
  • Mengadakan pertemuan guna membahas masalah tersebut.
  • Meminta klarifikasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran
  • Berdasarkan klarifikasi menentukan jenis pelanggaran
6. Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran. Berdasarkan keterangan anggota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkan, maka Majelis Psikologi akan mengambil keputusan tentang permasalahan pelanggaran tersebut.
7. Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran oleh majelis psikologi tidak puas dengan keputusan yang dibuat majelis, apabila dipandang perlu, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi untuk membahas masalah tersebut, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingan.

Pasal 6
Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan

Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis Psikologi tidak menolak siapapun yang mengajukan keluhan karena terkena pelanggaran etika. Keluhan harus di dasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal.

BAB III
KOMPETENSI

Pasal 7
Ruang Lingkup Kompetensi
  1. Ilmuwan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar, melakukan penelitian dan/atau intervensi sosial dalam area sebatas kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  2. Psikolog dapat memberikan layanan sebagaimana yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi serta secara khusus dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan dengan asesmen dan intervensi yang ditetapkan setelah memperoleh ijin praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau pengalaman profesional sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasus-kasus khusus, misalnya terkait penanganan HIV/AIDS, kekerasan berbasis gender, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku, budaya, asli kebangsaan, agama, bahasa atau kelompok marginal, penting untuk mengupayakan penambahan pengetahuan dan keterampilan melalui berbagai cara seperti pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi atau supervisi terbimbing untuk memastikan kompetensi dalam memberikan pelayanan jasa dan/atau praktik psikologi yang dilakukan kecuali dalam situasi darurat sesuai dengan pasal yang membahas tentang itu.
  4. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu menyiapkan langkah-langkah yang dapat dipertanggung jawabkan dalam area-area yang belum memilki standar baku penanganan, guna melindungi pengguna jasa layanan psikologi serta pihak lain yang terkait.
  5. Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi psikologi sebagaimana tersebut diatas, Psikolog perlu memahami hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana, sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran yang dijalankan.
Pasal 8
Peningkatan Kompetensi

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib melaksanakan upaya-upaya yang berkesinambungan guna mempertahankan dan meningkatkan kompetensi mereka.

Pasal 9
Dasar-Dasar Pengetahuan Ilmiah dan Sikap Profesional

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam pengambilan keputusan harus berdasar pada pengetahuan ilmiah dan sikap profesional yang sudah teruji dan diterima secara luas atau universal dalam disiplin Ilmu Psikologi

Pasal 10
Pendelegasian Pekerjaan Pada Orang Lain

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang mendelegasikan pekerjaan pada asisten, mahasiswa, mahasiswa yang disupervisi, asisten penelitian, asisten pengajaran, atau kepada jasa orang lain seperti penterjemah; perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk:
a) menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada orang yang memiliki hubungan ganda dengan yang diberikan layanan psikologi, yang mungkin akan mengarah pada eksploitasi atau hilangnya objektivitas.
b) memberikan wewenang hanya untuk tanggung jawab dimana orang yang diberikan pendelegasian dapat diharapkan melakukan secara kompeten atas dasar pendidikan, pelatihan atau pengalaman, baik secara independen, atau dengan pemberian supervisi hingga level tertentu; dan
c) memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan layanan psikologi secara kompeten.

Pasal 11
Masalah dan Konflik Personal

  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa masalah dan konflik pribadi mereka akan dapa mempengaruhi efektifitas kerja. Dalam hal ini Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mampu menahan diri dari tindakan yang dapat merugikan pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain, sebagai akibat dari masalah dan/atau konflik pribadi tersebut.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berkewajiban untuk waspada terhadap tanda-tanda adanya masalah dan konflik pribadi, bila hal ini terjadi sesegera mungkin mencari bantuan atau melakukan konsultasi profesional untuk dapat kembali menjalankan pekerjaannya secara profesional. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menentukan akan membatasi, menangguhkan, atau menghentikan kewajiban layanan psikologi tersebut.
Pasal 12
Pemberian Layanan Psikologi dalam Keadaan Darurat


  1. Keadaan darurat adalah suatu kondisi dimana layanan kesehatan mental dan/atau psikologi secara mendesak dibutuhkan tetapi tidak tersedia tenaga Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang memiliki kompetensi untuk memberikan layanan psikologi yang dibutuhkan.
  2. Dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kebutuhan yang ada tetap harus dilayani. Karenanya Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memilki kompetensi dalam bidang tersebut dapat memberikan layanan psikologi untuk memastikan bahwa kebutuhan layanan psikologi tersebut tidak ditolak.
  3. Selama memberikan layanan psikologi dalam keadaan darurat,Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan perlu segera mencari psikolog yang kompeten untuk mensupervisi atau melanjutkan pemberian layanan psikologi tersebut.
  4. Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang lebih kompeten telah tersedia atau kondisi darurat telah selesai, maka pemberian layanan psikologi tersebut harus dialihkan kepada yang lebih kompeten atau dihentikan segera.
Naaaaaaaahhhh itulah penjabaran sedikit mengenai Psikolog sebenarnya sih masih banyak lagi pasal-pasalnya kalau kalian ingin melihat keseluruhan silahkan lihat web ini http://himpsi.or.id/organisasi/kode-etik-psikologi-indonesia

terima kasih sudah membaca :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar