Rabu, 11 Juni 2014

psikodiagnostik 1 #12

Pewayangan Indonesia

I.                    Perkembangan Wayang
      Menurut penelitian para ahli sejarah budayawan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia yang berasal dari pulau Jawa. Wayang sudah ada di Indonesia berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke pulau Jawa. Cerita wayang yang sering dan popular di masyarakat adalah adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabhrata yang mengalami perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan budaya dan falsafah asli Indonesia. Dalam kitab Centini, asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang pertama kali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Memenang/Kediri sekitar abad ke 10. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar.        
      Setelah Raja Jenggala, Sri Lembuami wafat, perintah kemudia dipegang oleh puteranya yaitu Raden Panji Rawisrengga yang bergelar Sri Suryawisesa yang sema berkuasa beliau tela menyempurnakan bentuk wayang purwa. Dalam pagelaran wayang tersebut diiringi dengan gamelan berlaras slendro, setelah Sri Suryawisesa wafat pemerintahan dipegang oleh puteranya yaitu Raden Kudalaleyan yang bergelar Surya amiluhur yang pada pemerintahannya lebih menyempurnakan lagi wayang.
      Perkembangan wayang selanjutnya adalah pada zama Majapahit. Gambaran wayang diataskertas pada masa itu disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian kecil yang digulung menjadi satu. Wayang gulungan tersebut saat akan dimainkan maka gulungan harus dibeber (dibentangkan). Maka, wayang ini kemudian biasa disebut wayang beber.  Masyarakat mulai bisa menikmati keindahan kesenian wayang meskipun dalam pertunjukkannya hanya diiringi alat musik Rebab dan lakonnya terbatas pada lakon Murwakala, yaitu lakok khusus upacara ruwatan.
      Pada masa pemerintahan Raja Brawijaya terakhir, puteranya yang bernama Radne Sungging Prabangkara memiliki keahlian melukis. Bakat puteranya ini dimanfaatkan Raja Brawijaya untuk menyempurnakan wujud wayang beber dengan cat. Pewarnaan wayang disesuaikan dengan wujud serta martabat dari tokoh wayangnya. Perkembangan wayang beber saat itu semakin marak, dan setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, maka wayang beserta gamelannya diboyong ke Demak. Hal ini karena Sultan Demak Syah Alam Akbar I sangat menyukai seni karawitan dan pertunjukkan wayang. Untuk enghilangkan kesan yang berbau Hindu, maka muncullah gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan wujud gambaran manusia. Berkat keuletan dan keterampilan para pengikut Islam yang gemar akan kesenian wayang, terutama para Wali, maka berhasil diciptakan bentuk baru dari wayang yang terbuat dari bahan kulit kerbau yang ditipiskan dengan wayang digambarkan miring, ukuran tangan lebih panjang dari ukuran tangan manusia.
      Pada masa itu wayang mengalami perkembangan dan perubahan besar, selain bentuk wayang yang baru, teknik pakelirannya pun diganti menggunakan sarana kelir/layar, menggunakan pohon pisang sebagai temat menancapkan wayang, menggunakan belonging sebagai sarana penerangan, dan menggunakan kotak sebagai alat untuk menyimpan wayang. Diciptakan pula alat khusus untuk memukul kotak yang disebut cempala. Namun dalam pagelaran masih mengangkat cerita atau lakon baku dari serat Ramayana dan Mahabharata, namun sudah mulai dimasukkan unsur dakwah. Sedangkan wayang beber  yang merupakan sumber, kemudian dikeluarkan dari pagelaran istana dan masih tetap dipertunjukkan di luar lingkungan istana.

II.            Sinopsis
Ramayana
        Kisah Ramayana diawali dengan adanya seseorang bernama Rama, yaitu putra mahkota Prabu Dasarata di Kosala dengan ibukotanya Ayodya. Tiga saudara tirinya bernama Barata, Laksmana, dan Satrukna. Rama lahir dari isteri pertama Dasarata bernama Kausala, Barata dari isteri keduanya bernama Kaikeyi serta Laksmana dan Satrukna dari istrinya ketiga bernama Sumitra. Mereka hidup rukun. Sejak remaja, Rama dan Laksmana berguru kepada Wismamitra sehingga menjadi pemuda yang tangguh. Rama kemudan mengikuti sayembara di Matila ibukota negara Wideha. Berkat keberhasilannya menarik busur pusaka milik Prabu Janaka, ia dihadiahi putri sulungnya bernama Sinta, sedangkan Laksmana dinikahkan dengan Urmila, adik Sinta.
      Setelah Dasarata tua, Rama yang direncanakan untuk menggantikannya menjadi raja, gagal setelah Kaikeyi mengingatkan janji Dasarata bahwa yang berhak atas tahta adalah Barata dan Rama harus dibuang selama 15 tahun. Atas dasar janji itulah dengan lapang dada Rama pergi mengembara ke hutan Dandaka, meskipun dihalangi ibunya maupun Barata sendiri. Kepergiannya itu diikuti oleh Sinta dan Laksmana.
      Namun kepergian Rama membuat Dasarata sedih dan akhirnya meninggal. Untuk mengisi kekosongan singgasana, para petinggi kerajaan sepakat mengangkat Barata sebagai raja. Tapi ia menolak, karena menganggap bahwa takhta itu milik Rama, sang kakak. Untuk itu Barata disertai parajurit dan punggawanya, menjemput Rama di hutan. Saat ketemu kakaknya, Barata sambil menangis menuturkan perihal kematian Dasarata dan menyesalkan kehendak ibunya, untuk itu ia dan para punggawanya meminta agar Rama kembali ke Ayodya dan naik takhta. Tetapi Rama menolak serta tetap melaksanakan titah ayahandanya dan tidak menyalahkan sang ibu tiri, Kaikeyi, sekaligus membujuk Barata agar bersedia naik takhta. Setelah menerima sepatu dari Rama, Barata kembali ke kerajaan dan berjanji akan menjalankan pemerintahan sebagai wakil kakaknya. Banyak cobaan yang dihadapi Rama dan Laksmana, dalam pengembaraannya di hutan. Mereka harus menghadapi para raksasa yang meresahkan masyarakat di sekitar hutan Kandaka itu. Musuh yang menjengkelkan adalah Surpanaka, raksesi yang menginginkan Rama dan Laksmana menjadi suaminya. Akibatnya, hidung dan telinga Surpanaka dibabat hingga putus oleh Laksmana. Dengan menahan sakit dan malu, Surpanaka mengadu kepada kakaknya, yaitu Rahwana yang menjadi raja raksasa di Alengka, sambil membujuk agar Rahwana merebut Sinta dari tangan Rama. Dengan bantuan Marica yang mengubah diri menjadi kijang keemasan, Sinta berhasil diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka.
      Burung Jatayu yang berusaha menghalangi, tewas oleh senjata Rahwana. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Jatayu masih sempat mengabarkan nasib Sinta kepada Rama dan Laksmana yang sedang mencarinya. Dalam mencari Sinta, Rama dan Laksamana berjumpa pembesar kera yang bernama Sugriwa dan Hanuman. Mereka mengikat persahabatan dalam suka dan duka. Dengan bantuan Rama, Sugriwa dapat bertahta kembali di Kiskenda setelah berhasil mengalahkan Subali yang lalim. Setelah itu, Hanuman diperintahkan untuk membantu Rama mencari Sinta. Dengan pasukan kera yang dipimpin Anggada, anak Subali, mereka pergi mencari Sinta. Atas petunjuk Sempati, kakak Jatayu, mereka menuju ke pantai selatan. Untuk mencapai Alengka, Hanuman meloncat dari puncak gunung Mahendra. Setibanya di ibukota Alengka, Hanuman berhasil menemui Sinta dan mengabarkan bahwa Rama akan segera membebaskannya. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman melapor kepada Rama. Strategi penyerbuan pun segera disusun. Atas saran Wibisana, adik Rahwana yang membelot ke pasukan Rama, dibuatlah jembatan menuju Alengka. Setelah jembatan jadi, berhamburanlah pasukan kera menyerbu Alengka. Akhirnya, Rahwana dan pasukannya hancur. Wibisana kemudian dinobatkan menjadi raja Alengka, menggantikan kakaknya yang mati dalam peperangan. Yang menarik dan sampai saat ini sangat populer di Jawa, adalah adanya ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah kerajaan atau negara dari Rama kepada Wibisana, yang dikenal dengan sebutan ASTHABRATA.
      Setelah berhasil membebaskan Sinta, pergilah Rama dan Sinta serta Laksmana dan seluruh pasukan (termasuk pasukan kera) ke Ayodya. Setibanya di ibukota negera Kosala itu, mereka disambut dengan meriah oleh Barata, Satrukna, para ibu Suri, para punggawa dan para prajurit, serta seluruh rakyat Kosala. Dengan disaksikan oleh mereka, Rama kemudian dinobatkan menjadi raja.


Mahabharata
      Secara garis besar, cerita Mahabarata bercerita mengenai kehidupan Prabu Santanu atau Sentanu (Çantanu). Dia adalah seorang raja keturunan keluarga Kuru yang menjadi raja kerajaan Barata. Dia mempunyai permaisuri bernama Dewi Gangga, dan berputra Bisma. Isi epos Mahabarata secara garis besar mengisahkan kehidupan Santanu (Çantanu) seorang raja yang perkasa keturunan keluarga Kuru dan bertakhta di kerajaan Barata. Bersama permaisurinya Dewi Gangga, mereka dikaruniai seorang putra bernama Bisma. Pada suatu hari Çantanu jatuh cinta pada seorang anak raja nelayan bernama Setyawati. Namun ayahanda Setyawati hanya mau memberikan putrinya jika Çantanu kelak mau menobatkan anaknya dari Setyawati sebagai putra mahkota pewaris takhta dan bukannya Bisma. Karena syarat yang berat ini Çantanu terus bersedih. Melihat hal ini, Bisma yang tahu mengapa ayahnya demikian, merelakan haknya atas takhta di Barata diserahkan kepada putra yang kelak lahir dari Setyawati. Bahkan Bisma berjanji tidak akan menuntut itu kapan pun dan berjanji tidak akan menikah agar kelak tidak mendapat anak untuk mewarisi takhta Çantanu. Perkawinan Çantanu dan Setyawati melahirkan dua orang putra masing-masing Citranggada dan Wicitrawirya. Namun kedua putra ini meninggal dalam pertempuran tanpa meninggalkan keturunan. Karena takut punahnya keturunan raja, Setyawati memohon kepada Bisma agar menikah dengan dua mantan menantunya yang ditinggal mati oleh Wicitrawirya, masing-masing Ambika dan Ambalika. Namun permintaan ini ditolak Bisma mengingat sumpahnya untuk tidak menikah.       Akhirnya Setyawati meminta kepada Wiyasa, anaknya dari perkawinan yang lain, untuk menikah dengan Ambika dan Ambalika. Perkawinan dengan Ambika melahirkan Destarasta dan dengan Ambalika melahirkan Pandu. Destarasta lalu menikah dengan Gandari dan melahirkan seratus orang anak, sedangkan Pandu menikahi Kunti dan Madrim tapi tidak mendapat anak. Nanti ketika Kunti dan Madrim kawin dengan dewa-dewa, Kunti melahirkan 3 orang anak masing dengan dewa Darma lahirlah Yudistira, dengan dewa Bayu lahir Werkodara atau Bima dan dengan dewa Surya lahirlah Arjuna. Sedangkan Madrim yang menikah dengan dewa kembar Aҫwin, lahir anak kembar bernama Nakula dan Sadewa.
      Selanjutnya, keturunan-keturuan itu dibagi dua yakni keturunan Destarasta disebut Kaum Kurawa sedangkan keturunan Pandu disebut kaum Pandawa. Sebenarnya Destarasta berhak mewarisi takhta ayahnya, tapi karena ia buta sejak lahir, maka takhta itu kemudian diberikan kepada Pandu. Hal ini pada kemudian hari menjadi sumber bencana antara kaum Pandawa dan Kurawa dalam memperebutkan takhta sampai berlarut-larut, hingga akhirnya pecah perang dahsyat yang disebut Baratayuda yang berarti peperangan memperebutkan kerajaan Barata. Peperangan diawali dengan aksi judi dimana kaum Pandawa kalah. Kekalahan ini menyebabkan mereka harus mengembara di hutan belantara selama dua belas tahun. Setelah itu, pada tahun ke-13 sesuai perjanjian dengan Kurawa, para Pandawa harus menyembunyikan diri di tempat tertentu. Namun para Pandawa memutuskan untuk bersembunyi di istana raja Matsyapati. Pada tahun berikutnya, para Pandawa keluar dari persembunyian dan memperlihatkan diri di muka umum lalu menuntut hak mereka kepada Kurawa. Namun tuntutan mereka tidak dipenuhi Kurawa hingga terjadi perang 18 hari yang menyebabkan lenyapnya kaum Kurawa. Dengan demikian, kaum Pandawa dengan leluasa mengambil alih kekuasaan di Barata. Sumber: kisah mahabarata Silsilah Kurawa dan Pandawa di atas adalah menurut versi Indonesia. Dalam versi India, para Pandawa bukanlah keturunan para dewa, Pandawa merupakan keturunan dari raja Nahusta, seorang raja di India. Silsilah Pandawa dan Kurawa versi India sumber: silsilah-mahabarata Menurut Mahabharat versi India, susunan silsilah itu disusun sebagai berikut, raja pertama yang memerintah India ialah Prabu Nahusta sebagai pendiri negara Hastina yang menurunkan raja-raja yaitu Prabu Nahusta, Prabu Yayati, Prabu Kuru, Prabu Dusanta, Prabu Barata, Prabu Hasti, Prabu Puru, Prabu Pratipa, Prabu Santanu hingga sampai Pandawa dan Kurawa. Prabu Yadawa menurunkan raja-raja yang memerintah Mathura, seperti: Basudewa, Baladewa, Kresna dan lain-lainya. Prabu Puru yang menurunkan raja-raja yang memerintah negara Hastina, seperti Sentanu, Abiyasa, Pandu, Duryudana, Parikesit. Prabu Kuru berputra Prabu Dusanta yang menikah dengan Dewi Sakuntala dan berputra Prabu Barata yang namanya dipakai gelar/julukan para Pandawa, sedangkan nama Prabu Kuru dipakai gelar para Kurawa. Silsilah Mahabharata versi Pustaka Raja Purwa Dimulai dari Batara Guru yang menikah dengan Dewi Uma, berputra empat orang di antaranya Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Batara Brahma menikah dengan Dewi Raraswati berputrakan sebelas orang, di antaranya Batara Brahmanaraja yang menikah dengan Dewi Widati dan berputra Batara Parikenan.       Sedangkan Batara Wisnu berputrakan Prabu Basurata yang menikah dengan putri Batara Brahma bernama Dewi Brahmaniyuta, dan berputrakan Dewi Brahmaneki. Begawan Parikenan kemudian menikah dengan Dewi Brahmaniyuta berputrakan Dewi Kaniraras, Raden Kano, Raden paridarma. Karena Dewi Kaniraras putri sulung, maka calon raja di Purwacarita adalah Begawan Manumayasa yang menikah dengan Dewi Kaniraras. Raden Kano dan Raden Paridarma menjadi raja di negara lain. Dewi Kaniraras menkah dengan Begawan Manumayasa berputra Begawan Sekutrem dan menikah dengan Dewi Nilawati, dari pernikahan itu berputra Begawan Sakri yang menikah dengan Dewi Sati dan berputra Parasara. Diceritakan, bahwa Begawan Parasara hendak menyeberangi Bengawan Jamuna, ia diseberangkan oleh seorang wanita yang badanya bau amis dan anyir karena menderita penyakitat bau anyir, dia adalah Dewi Rara Amis (Durgandini) putra Prabu Basuketi raja negara Wiratha. Dewi Rara Amis diobati Raden Parasara yang kemudian diperistri dan berputra Abiyasa, mereka bersama-sama membangun negara Gajahoya. Perbedaan yang jelas dari kedua silsilah itu adalah silsilah Mahabharata versi India disebutkan leluhur Pandawa adalah Prabu Nahusta, leluhur Pandawa versi Pusta Raja Purwa adalah Sang Hyang.

I.                    Metode Penelitian
      Metode yang digunakan dalam makalah ini, yaitu : metode wawancara dan metode observasi. Metode wawancara adalah suatu bentuk komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam wawancara pihak-pihak yang diwawancarai dan yang mewawancarai terlibat dalam proses kontak dan pertukaran informasi.
      Sedangkan metode observasi adalah pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Cara atau metode tersebut dapat dikatakan dengan menggunakan teknik dan alat-alat khusus seperti blangko-blangko, checklist, atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya.

II.                  Teori
      Menurut Allport,kepribadian adalah sesuatu yang terorganisasikan dan terpolakan. Kepribadian itu sendiri bukanlah pengorganisasian yang statis, terus berubah atau tumbuh. Allport mengungkapkan istilah “karakteristik” yang digunakan untuk menunjukkan “individualitas” atau “keunikan”.  Individu-individu yang sehat dikatakan mempunyai fungsi yang baik pada tingkat rasional dan sadar. Menyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan yang membimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatan-kekuatan itu juga. Kepribadian yang matang tidak dikontrol oleh trauma-trauma dan konflik-konflik masa kanak-kanak. Dimana orang orang yang neurotis terikat dan terjalin erat pada pengalaman pengalaman masa kanak-kanak, berbeda dengan orang-orang yang sehat yang bebas dari paksaan-paksaan masa lampau.

Allport mempelopori adanya ‘The Big Five Theory’ yang terdiri dari:
1.      Extraversion
Dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol. Extraversion dicirikan dengan hal-hal positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial.
2.      Agreeableness
Seseorang yang masuk dalam jenis ini adalah seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain.
3.      Consciousness
Dalam hal ini seseorang mempunyai kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.
4.      Neuroriticism
Dalam hal ini mendeskripsikan bahwa seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive.
5.      Openness to experience
Seseorang yang tergolong dalam jenis ini mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas .

Analisis Tokoh

Ramayana
Tokoh-tokoh :
1.      Hanoman
Dalam sifatnya yang protagonis, tetapi tokoh tersebut masuk kedalam sifat extraversion dan consciousness karena tokoh tersebut tidak langsung ingin membunuh Rama melainkan mempertanyakan terlebih dahulu maksud dan tujuan datang.
2.      Sri Rama
Dalam tokoh ini mempunyai sifat consciousness dan openness karena tokoh tersebut memiliki watak rajin, sopan, lembut hati, rela berkorban, tidak putus asa dan selalu sabar serta setia.
3.      Dewi Shinta
Dalam pewayangan tokoh ini termaksud ke dalam protagonis, setia yang artinya tokoh ini termaksud kedalam sifat agreeableness dalam big five theory.

Mahabharata
Tokoh-tokoh :
1.      Bima
Sosok dalam pewayangan ini terkenal dengan gagah berani, jujur, patuh dan memiliki sifat yang cenderung kasar. Tetapi walaupun sosok ini sering dikatakan memiliki sikap yang kasar namun sebenarnya sosok ini memiliki hati yang lemah lembut dan tak pernah berdusta pada omongannya sendiri. Dalam big five theory tokoh tersebut masuk ke dalam sifat consciousness.

2.      Arjuna
Sosok pewayangan ini memiliki watak berani, suka melidungi yang lemah, sopan-santun, dan pendiam yang artinya tokoh ini termaksud ke dalam sifat extraversion dalam big five theory.

Kesimpulan
            Kini kisah-kisah wayang yang hampir dilupakan oleh remaja sebenarnya memiliki manfaat yang banyak untuk bangsa Indonesia. Karena dalam perwayangan sebenarnya kita bisa lebih mudah untuk mengenalkan pancasila serta pengamalan-pengamalan pada sila-sila yang terkandung. Ketika kita paham mengenai cerita kedua pewayangan tersebut sebenarnya kita dapat lebih bisa menghargai hidup karena sebenarnya ketika kita benar-benar menyimak maka wayang tersebut akan hidup dalam diri kita karena pertunjukkan wayang sebenarnya adalah sebuah miniatur kecil untuk memperlihatkan bagaimana dunia yang sebenarnya.

Diskusi
Kesulitan-kesulitan yang dialami pada saat penulisan, seperti : kurang pahamnya materi ketika dijelaskan di dalam kelas karena keadaan kelas yang kurang kondusif menjadi kendala saat melakukan penulisan makalah ini. Lalu terlalu padatnya isi slide yang ditampilkan pada saat pembelajaran menjadikan saya kurang berminat untuk mencatat apa yang ada di dalam slide tersebut.


referensi lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar