Senin, 16 Juni 2014

psikodiagnostik 1 #13

selamat malam bloggers :) bertemu lagi deh kita hehe 
kali ini saya akan membahas mengenai kode etik dalam Psikologi yang sebenarnya sih banyak banget tapi mungkin hanya akan saya beritahu sedikit karena kalau semuanya bakal panjang banget isi blognya, yuk yuk disimak yukkk


KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA

BAB I
PEDOMAN UMUM

Pasal 1
Pengertian
  1. KODE ETIK PSIKOLOGI adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.
  2. PSIKOLOGI merupakan ilmu yang berfokus pada perilaku dan proses mental yang melatarbelakangi, serta penerapan dalam kehidupan manusia. Ahli dalam ilmu Psikologi dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu profesi atau yang berkaitan dengan praktik psikologi dan ilmu psikologi termasuk dalam hal ini ilmu murni atau terapan.
  3. PSIKOLOG adalah lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar belakang pendidikan Sarjana Psikologi lulusan program pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) sistem kurikulum lama atau yang mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dan lulus dari pendidikan profesi psikologi atau strata 2 (S2) Pendidikan Magister Psikologi (Profesi Psikolog). Psikolog memiliki kewenangan untuk memberikan layanan psikologi yang meliputi bidang-bidang praktik klinis dan konseling; penelitian ; pengajaran; supervisi dalam pelatihan, layanan masyarakat, pengembangan kebijakan; intervensi sosial dan klinis; pengembangan instrumen asesmen psikologi; penyelenggaraan asesmen; konseling; konsultasi organisasi; aktifitas-aktifitas dalam bidang forensik; perancangan dan evaluasi program; serta administrasi. Psikolog DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  4. ILMUWAN PSIKOLOGI adalah ahli dalam bidang ilmu psikologi dengan latar belakang pendidikan strata 1 dan/atau strata 2 dan/atau strata 3 dalam bidang psikologi. Ilmuwan psikologi memiliki kewenangan untuk memberikan layanan psikologi yang meliputi bidang-bidang penelitian; pengajaran; supervisi dalam pelatihan; layanan masyarakat; pengembangan kebijakan; intervensi sosial; pengembangan instrumen asesmen psikologi; pengadministrasian asesmen; konseling sederhana; konsultasi organisasi; perancangan dan evaluasi program. Ilmuwan Psikologi dibedakan dalam kelompok ilmu murni (sains) dan terapan.
  5. LAYANAN PSIKOLOGI adalah segala aktifitas pemberian jasa dan praktik psikologi dalam rangka menolong individu dan/atau kelompok yang dimaksudkan untuk pencegahan, pengembangan dan penyelesaian masalah-masalah psikologis. Layanan psikologi dapat berupa praktik konseling dan psikoterapi; penelitian; pengajaran; supervisi dalam pelatihan; layanan masyarakat; pengembangan kebijakan; intervensi sosial dan klinis; pengembangan instrumen asesmen psikologi; penyelengaraan asesmen; konseling karir dan pendidkan; konsultasi organisasi; aktifitas-aktifitas dalam bidang forensik; perancangan dan evaluasi program; dan administrasi.
Pasal 2
Prinsip Umum

Prinsip A: Penghormatan pada Harkat Martabat Manusia
  1. Psikologi dan/atau ilmuwan Psikologi harus menekankan pada hak asasi manusia dalam melaksanakan layanan psikologi.
  2. Psikologi dan/atau Ilmuwan Psikologi menghormati martabat setiap orang serta hak-hak invidu akan keleluasaan pribadi, kerahasiaan dan pilihan pribadi seseorang.
  3. Psikologi dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa diperlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan individu atau komunitas yang karena keterbatasan yang ada dapat mempengaruhi otonomi dalam pengambilan keputusan.
  4. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari dan menghormati perbedaan budaya, individu dan peran, termaksud usia, gender, identitas gender, ras, suku bangsa, budaya, asal kebangsaan, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), bahasa dan status sosial-ekonomi, serta mempertimbangkan faktor-faktor tersebut pada saat bekerja dengan orang-orang dari kelompok tersebut.
  5. Psikologi dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha untuk menghilangkan pengaruh bias faktor-faktor tereebut pada butir ke (3) dan menghindari keterlibatan baik yang disadari maupun tidak disadari dalam aktifitas-aktifitas yang didasari oleh prasangka.
Prinsip B : Integritas dan Sikap Ilmiah
  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus mendasarkan pada dasar dan etika ilmiah terutama pada pengetahuan yang sudah diyakini kebenarannya oleh komunitas psikologi.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi senantiasa menjaga ketepatan, kejujuran, kebenaran dalam keilmuwan, pengajaran, pengamalan dan praktik psikologi.
  3. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak mencuri, berbohong, terlibat pemalsuan (fraud), tipuan atau distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan faktafakta yang tidak benar.
  4. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berupaya untuk menepati janji tetapi dapat mengambil keputusan tidak mengukapkan fakta secara untuh atau lengkap HANYA dalam situasi dimana tidak diungkapkannya fakta secara etis dapat dipertanggungjawabkan untuk meminimalkan dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi.
  5. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan kebutuhan, konsekuensi dan bertanggung jawab untuk memperbaiki ketidakpercayaan atau akibat buruk yang muncul dari penggunaan teknik psikologi yang digunakan.
Prinsip C : Profesional
  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus memilki kompetensi dalam melaksanakan segala bentuk layanan psikologi, penelitian, pengajaran, pelatihan, layanan psikologi dengan menekankan pada tanggung jawab, kejujuran, batasan kompetensi, obyektif dan integritas.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membangun hubungan yang didasarkan pada adanya saling percaya, menyadari tanggung jawab profesional dan ilmiah terhadap pengguna layanan psikologi serta komunitas khusus lainnya.
  3. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjunjung tinggi kode etik, peran dan kewajiban profesional, mengambil tanggung jawab secara tepat atas tindakan mereka, berupaya untuk mengelola berbagai konflik kepentingan yang dapat mengarah pada eksploitasi dan dampak buruk.
  4. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat berkonsultasi, bekerjasama dan/atau merujuk pada teman sejawat, profesional lain dan/atau institusi-institusi lain untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna layanan psikologi.
  5. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu mempertimbangkan dan memperhatikan kepatuhan etis dan profesional kolega-kolega dan/atau profesi lain.
  6. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam situasi tertentu bersedia untuk menyumbangkan sebagian waktu profesionalnya tanpa atau dengan sedikit kompensasi keuntungan pribadi.
Prinsip D : Keadilan
  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi  memahami bahwa kejujuran dan ketidakberpihakan adalah hak setiap orang. Oleh karena itu, pengguna layanan psikologi tanpa dibedakan oleh latarbelakang dan karakteristik khususnya, harus mendapatkan layanan dan memperoleh keuntungan dalam kualitas yang setara dalam hal proses, prosedur dan layanan yang dilakukan.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menggunakan penilaian yang dapat dipertanggung jawabkan secara profesional, waspada dalam memastikan kemungkinan bias-bias yang muncul, mempertimbangkan batas dari kompetensi dan keterbatasan keahlian sehingga tidak mengabaikan atau mengarah kepada praktik-praktik yang menjamin ketidakberpihakan.
Prinsip E : Manfaat
  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha maksimal memberikan manfaat pada kesejahteaan umat manusia, perlindungan hak dan meminimalkan resiko dampak buruk pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terkait.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi apabila terjadi konflik perlu menghindari serta meminimalkan akibat dampak buruk; karena keputusan dan tindakan-tindakan ilmiah dari Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat mempengaruhi kehidupan pihak-pihak lain.
  3. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu waspada terhadap kemungkinan adanya faktor-faktor pribadi, keuangan, sosial, organisasi maupun politik yang mengarah pada penyalahgunaan atas pengaruh mereka.
BAB II
MENGATASI ISU ETIKA

Pasal 3
Majelis Psikologi Indonesia

  1. Majelis Psikologi adalah penyelenggaraan organisasi yang memberikan pertimbangan etis, normatif maupun keorganisasian dalam kaitan dengan profesi psikologi baik sebagai ilmuwan maupun praktik psikologi kepada anggota maupun organisasi.
  2. Penyelesaian masalah pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, dilakukan oleh Majelis Psikologi dengan memperhatikan laporan yang masuk akal dari berbagai pihak dan kesempatan untuk membela diri.
  3. Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi telah melakukan layanan Psikologi sesuai prosedur yang diatur dalam Kode Etik dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah ilmiah serta bukti-bukti empiris wajib mendapat perlindungan dari Himpunan Psikologi Indonesia dalam hal ini Majelis Psikologi Indonesia.
  4. Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian layanan psikologi yang belum diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam sebuah Rapat yang dimaksudkan untuk itu.
Pasal 4 
Penyalahgunaan di bidang Psikologi
  1. Setiap pelanggaran wewenang dibidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Kode Etik Psikologi Indonesia.
  2. Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menemukan pelanggaran atau penilaian salah terhadap kerja mereka, mereka wajib mengambil langkah-langkah yang masuk akal sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran atau kesalahan yang terjadi.
  3. Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki ijin praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Pelanggaran sebagaimana dimaksud diatas adalah :
  • Pelanggaran ringan yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang tidak dalam kondisi yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan,sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut dibawah ini:
-Ilmu Psikologi
- Profesi Psikologi
-Pengguna jasa layanan Psikologi
- Individu yang menjalani pemeriksaan Psikologi
-Pihak-pihak terkait dan masyarakat umum
  • Pelanggaran sedang yaitu: Tindakan yang dilakukan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut dibawah ini: 

-Ilmu Psikologi
- Profesi Psikologi
-Pengguna jasa layanan Psikologi
- Individu yang menjalani pemeriksaan Psikologi
-Pihak-pihak terkait dan masyarakat umum
  • Pelanggaran berat yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu di bawah ini :
-Ilmu Psikologi
- Profesi Psikologi
-Pengguna jasa layanan Psikologi
- Individu yang menjalani pemeriksaan Psikologi
-Pihak-pihak terkait dan masyarakat umum
4. Penjelasan tentang jenis pelanggaran dan sanksi akan diatur dalam aturan tersendiri.

Pasal 5
Penyelesaian Isu Etika
  1. Apabila tanggungjawab etika psikologi bertentangan dengan peraturan hukum, hukum pemerintah atau peraturan lainnya, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menunjukkan komitmennya terhadap kode etik dan melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian konflik sesuai dengan yang diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Apabila konflik tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi diharapkan patuh terhadap tuntutan hukum, peraturan atau otoritas hukum lainnya yang berlaku.
  2. Apabila tuntutan organisasi dimana Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berafiliasi atau bekerja bertentangan dengan Kode Etik Psikologi Indonesia, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikolog wajib menjelaskan sifat dan jenis konflik, memberitahu komitmennya terhadap kode etik dan jika memungkinkan menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai cara sebagai bentuk tanggung jawab dan kepatuhan terhadap kode etik.
  3. Pelanggaran terhapad etika proesi psikologi dapat dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, perorangan, organisasi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain. Pelaporan pelanggaran dibuat secara tertulis dan disertai bukti terkait ditunjukkan kepada Himpunan Psikologi Indonesia untuk nantinya diserahkan kepada Majelis Psikologi Indonesia. Mekanisme pelaporan secara detail akan diatur dalam mekanisme tersendiri.
  4. Kerjasama antara Pengurus Himpsi dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran Kode Etik. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam pelaksanaan tindakan investigasi, proses penyidikan dan persyaratan yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan memanfaatkan sistem di dalam organisasi yang ada. Dalam pelaksanaannya diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan tetap memegang teguh prinsip kerahasiaan.
  5. Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi Wilayah atau Pusat dengan prodesur sebagai berikut: 
  • Mengadakan pertemuan guna membahas masalah tersebut.
  • Meminta klarifikasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran
  • Berdasarkan klarifikasi menentukan jenis pelanggaran
6. Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran. Berdasarkan keterangan anggota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkan, maka Majelis Psikologi akan mengambil keputusan tentang permasalahan pelanggaran tersebut.
7. Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran oleh majelis psikologi tidak puas dengan keputusan yang dibuat majelis, apabila dipandang perlu, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi untuk membahas masalah tersebut, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingan.

Pasal 6
Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan

Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis Psikologi tidak menolak siapapun yang mengajukan keluhan karena terkena pelanggaran etika. Keluhan harus di dasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal.

BAB III
KOMPETENSI

Pasal 7
Ruang Lingkup Kompetensi
  1. Ilmuwan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar, melakukan penelitian dan/atau intervensi sosial dalam area sebatas kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  2. Psikolog dapat memberikan layanan sebagaimana yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi serta secara khusus dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan dengan asesmen dan intervensi yang ditetapkan setelah memperoleh ijin praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau pengalaman profesional sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasus-kasus khusus, misalnya terkait penanganan HIV/AIDS, kekerasan berbasis gender, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku, budaya, asli kebangsaan, agama, bahasa atau kelompok marginal, penting untuk mengupayakan penambahan pengetahuan dan keterampilan melalui berbagai cara seperti pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi atau supervisi terbimbing untuk memastikan kompetensi dalam memberikan pelayanan jasa dan/atau praktik psikologi yang dilakukan kecuali dalam situasi darurat sesuai dengan pasal yang membahas tentang itu.
  4. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu menyiapkan langkah-langkah yang dapat dipertanggung jawabkan dalam area-area yang belum memilki standar baku penanganan, guna melindungi pengguna jasa layanan psikologi serta pihak lain yang terkait.
  5. Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi psikologi sebagaimana tersebut diatas, Psikolog perlu memahami hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana, sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran yang dijalankan.
Pasal 8
Peningkatan Kompetensi

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib melaksanakan upaya-upaya yang berkesinambungan guna mempertahankan dan meningkatkan kompetensi mereka.

Pasal 9
Dasar-Dasar Pengetahuan Ilmiah dan Sikap Profesional

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam pengambilan keputusan harus berdasar pada pengetahuan ilmiah dan sikap profesional yang sudah teruji dan diterima secara luas atau universal dalam disiplin Ilmu Psikologi

Pasal 10
Pendelegasian Pekerjaan Pada Orang Lain

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang mendelegasikan pekerjaan pada asisten, mahasiswa, mahasiswa yang disupervisi, asisten penelitian, asisten pengajaran, atau kepada jasa orang lain seperti penterjemah; perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk:
a) menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada orang yang memiliki hubungan ganda dengan yang diberikan layanan psikologi, yang mungkin akan mengarah pada eksploitasi atau hilangnya objektivitas.
b) memberikan wewenang hanya untuk tanggung jawab dimana orang yang diberikan pendelegasian dapat diharapkan melakukan secara kompeten atas dasar pendidikan, pelatihan atau pengalaman, baik secara independen, atau dengan pemberian supervisi hingga level tertentu; dan
c) memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan layanan psikologi secara kompeten.

Pasal 11
Masalah dan Konflik Personal

  1. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa masalah dan konflik pribadi mereka akan dapa mempengaruhi efektifitas kerja. Dalam hal ini Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mampu menahan diri dari tindakan yang dapat merugikan pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain, sebagai akibat dari masalah dan/atau konflik pribadi tersebut.
  2. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berkewajiban untuk waspada terhadap tanda-tanda adanya masalah dan konflik pribadi, bila hal ini terjadi sesegera mungkin mencari bantuan atau melakukan konsultasi profesional untuk dapat kembali menjalankan pekerjaannya secara profesional. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menentukan akan membatasi, menangguhkan, atau menghentikan kewajiban layanan psikologi tersebut.
Pasal 12
Pemberian Layanan Psikologi dalam Keadaan Darurat


  1. Keadaan darurat adalah suatu kondisi dimana layanan kesehatan mental dan/atau psikologi secara mendesak dibutuhkan tetapi tidak tersedia tenaga Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang memiliki kompetensi untuk memberikan layanan psikologi yang dibutuhkan.
  2. Dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kebutuhan yang ada tetap harus dilayani. Karenanya Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memilki kompetensi dalam bidang tersebut dapat memberikan layanan psikologi untuk memastikan bahwa kebutuhan layanan psikologi tersebut tidak ditolak.
  3. Selama memberikan layanan psikologi dalam keadaan darurat,Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan perlu segera mencari psikolog yang kompeten untuk mensupervisi atau melanjutkan pemberian layanan psikologi tersebut.
  4. Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang lebih kompeten telah tersedia atau kondisi darurat telah selesai, maka pemberian layanan psikologi tersebut harus dialihkan kepada yang lebih kompeten atau dihentikan segera.
Naaaaaaaahhhh itulah penjabaran sedikit mengenai Psikolog sebenarnya sih masih banyak lagi pasal-pasalnya kalau kalian ingin melihat keseluruhan silahkan lihat web ini http://himpsi.or.id/organisasi/kode-etik-psikologi-indonesia

terima kasih sudah membaca :)



Rabu, 11 Juni 2014

psikodiagnostik 1 #12

Pewayangan Indonesia

I.                    Perkembangan Wayang
      Menurut penelitian para ahli sejarah budayawan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia yang berasal dari pulau Jawa. Wayang sudah ada di Indonesia berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke pulau Jawa. Cerita wayang yang sering dan popular di masyarakat adalah adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabhrata yang mengalami perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan budaya dan falsafah asli Indonesia. Dalam kitab Centini, asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang pertama kali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Memenang/Kediri sekitar abad ke 10. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar.        
      Setelah Raja Jenggala, Sri Lembuami wafat, perintah kemudia dipegang oleh puteranya yaitu Raden Panji Rawisrengga yang bergelar Sri Suryawisesa yang sema berkuasa beliau tela menyempurnakan bentuk wayang purwa. Dalam pagelaran wayang tersebut diiringi dengan gamelan berlaras slendro, setelah Sri Suryawisesa wafat pemerintahan dipegang oleh puteranya yaitu Raden Kudalaleyan yang bergelar Surya amiluhur yang pada pemerintahannya lebih menyempurnakan lagi wayang.
      Perkembangan wayang selanjutnya adalah pada zama Majapahit. Gambaran wayang diataskertas pada masa itu disempurnakan dengan ditambah bagian-bagian kecil yang digulung menjadi satu. Wayang gulungan tersebut saat akan dimainkan maka gulungan harus dibeber (dibentangkan). Maka, wayang ini kemudian biasa disebut wayang beber.  Masyarakat mulai bisa menikmati keindahan kesenian wayang meskipun dalam pertunjukkannya hanya diiringi alat musik Rebab dan lakonnya terbatas pada lakon Murwakala, yaitu lakok khusus upacara ruwatan.
      Pada masa pemerintahan Raja Brawijaya terakhir, puteranya yang bernama Radne Sungging Prabangkara memiliki keahlian melukis. Bakat puteranya ini dimanfaatkan Raja Brawijaya untuk menyempurnakan wujud wayang beber dengan cat. Pewarnaan wayang disesuaikan dengan wujud serta martabat dari tokoh wayangnya. Perkembangan wayang beber saat itu semakin marak, dan setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, maka wayang beserta gamelannya diboyong ke Demak. Hal ini karena Sultan Demak Syah Alam Akbar I sangat menyukai seni karawitan dan pertunjukkan wayang. Untuk enghilangkan kesan yang berbau Hindu, maka muncullah gagasan baru untuk menciptakan wayang dalam wujud baru dengan menghilangkan wujud gambaran manusia. Berkat keuletan dan keterampilan para pengikut Islam yang gemar akan kesenian wayang, terutama para Wali, maka berhasil diciptakan bentuk baru dari wayang yang terbuat dari bahan kulit kerbau yang ditipiskan dengan wayang digambarkan miring, ukuran tangan lebih panjang dari ukuran tangan manusia.
      Pada masa itu wayang mengalami perkembangan dan perubahan besar, selain bentuk wayang yang baru, teknik pakelirannya pun diganti menggunakan sarana kelir/layar, menggunakan pohon pisang sebagai temat menancapkan wayang, menggunakan belonging sebagai sarana penerangan, dan menggunakan kotak sebagai alat untuk menyimpan wayang. Diciptakan pula alat khusus untuk memukul kotak yang disebut cempala. Namun dalam pagelaran masih mengangkat cerita atau lakon baku dari serat Ramayana dan Mahabharata, namun sudah mulai dimasukkan unsur dakwah. Sedangkan wayang beber  yang merupakan sumber, kemudian dikeluarkan dari pagelaran istana dan masih tetap dipertunjukkan di luar lingkungan istana.

II.            Sinopsis
Ramayana
        Kisah Ramayana diawali dengan adanya seseorang bernama Rama, yaitu putra mahkota Prabu Dasarata di Kosala dengan ibukotanya Ayodya. Tiga saudara tirinya bernama Barata, Laksmana, dan Satrukna. Rama lahir dari isteri pertama Dasarata bernama Kausala, Barata dari isteri keduanya bernama Kaikeyi serta Laksmana dan Satrukna dari istrinya ketiga bernama Sumitra. Mereka hidup rukun. Sejak remaja, Rama dan Laksmana berguru kepada Wismamitra sehingga menjadi pemuda yang tangguh. Rama kemudan mengikuti sayembara di Matila ibukota negara Wideha. Berkat keberhasilannya menarik busur pusaka milik Prabu Janaka, ia dihadiahi putri sulungnya bernama Sinta, sedangkan Laksmana dinikahkan dengan Urmila, adik Sinta.
      Setelah Dasarata tua, Rama yang direncanakan untuk menggantikannya menjadi raja, gagal setelah Kaikeyi mengingatkan janji Dasarata bahwa yang berhak atas tahta adalah Barata dan Rama harus dibuang selama 15 tahun. Atas dasar janji itulah dengan lapang dada Rama pergi mengembara ke hutan Dandaka, meskipun dihalangi ibunya maupun Barata sendiri. Kepergiannya itu diikuti oleh Sinta dan Laksmana.
      Namun kepergian Rama membuat Dasarata sedih dan akhirnya meninggal. Untuk mengisi kekosongan singgasana, para petinggi kerajaan sepakat mengangkat Barata sebagai raja. Tapi ia menolak, karena menganggap bahwa takhta itu milik Rama, sang kakak. Untuk itu Barata disertai parajurit dan punggawanya, menjemput Rama di hutan. Saat ketemu kakaknya, Barata sambil menangis menuturkan perihal kematian Dasarata dan menyesalkan kehendak ibunya, untuk itu ia dan para punggawanya meminta agar Rama kembali ke Ayodya dan naik takhta. Tetapi Rama menolak serta tetap melaksanakan titah ayahandanya dan tidak menyalahkan sang ibu tiri, Kaikeyi, sekaligus membujuk Barata agar bersedia naik takhta. Setelah menerima sepatu dari Rama, Barata kembali ke kerajaan dan berjanji akan menjalankan pemerintahan sebagai wakil kakaknya. Banyak cobaan yang dihadapi Rama dan Laksmana, dalam pengembaraannya di hutan. Mereka harus menghadapi para raksasa yang meresahkan masyarakat di sekitar hutan Kandaka itu. Musuh yang menjengkelkan adalah Surpanaka, raksesi yang menginginkan Rama dan Laksmana menjadi suaminya. Akibatnya, hidung dan telinga Surpanaka dibabat hingga putus oleh Laksmana. Dengan menahan sakit dan malu, Surpanaka mengadu kepada kakaknya, yaitu Rahwana yang menjadi raja raksasa di Alengka, sambil membujuk agar Rahwana merebut Sinta dari tangan Rama. Dengan bantuan Marica yang mengubah diri menjadi kijang keemasan, Sinta berhasil diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka.
      Burung Jatayu yang berusaha menghalangi, tewas oleh senjata Rahwana. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Jatayu masih sempat mengabarkan nasib Sinta kepada Rama dan Laksmana yang sedang mencarinya. Dalam mencari Sinta, Rama dan Laksamana berjumpa pembesar kera yang bernama Sugriwa dan Hanuman. Mereka mengikat persahabatan dalam suka dan duka. Dengan bantuan Rama, Sugriwa dapat bertahta kembali di Kiskenda setelah berhasil mengalahkan Subali yang lalim. Setelah itu, Hanuman diperintahkan untuk membantu Rama mencari Sinta. Dengan pasukan kera yang dipimpin Anggada, anak Subali, mereka pergi mencari Sinta. Atas petunjuk Sempati, kakak Jatayu, mereka menuju ke pantai selatan. Untuk mencapai Alengka, Hanuman meloncat dari puncak gunung Mahendra. Setibanya di ibukota Alengka, Hanuman berhasil menemui Sinta dan mengabarkan bahwa Rama akan segera membebaskannya. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman melapor kepada Rama. Strategi penyerbuan pun segera disusun. Atas saran Wibisana, adik Rahwana yang membelot ke pasukan Rama, dibuatlah jembatan menuju Alengka. Setelah jembatan jadi, berhamburanlah pasukan kera menyerbu Alengka. Akhirnya, Rahwana dan pasukannya hancur. Wibisana kemudian dinobatkan menjadi raja Alengka, menggantikan kakaknya yang mati dalam peperangan. Yang menarik dan sampai saat ini sangat populer di Jawa, adalah adanya ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah kerajaan atau negara dari Rama kepada Wibisana, yang dikenal dengan sebutan ASTHABRATA.
      Setelah berhasil membebaskan Sinta, pergilah Rama dan Sinta serta Laksmana dan seluruh pasukan (termasuk pasukan kera) ke Ayodya. Setibanya di ibukota negera Kosala itu, mereka disambut dengan meriah oleh Barata, Satrukna, para ibu Suri, para punggawa dan para prajurit, serta seluruh rakyat Kosala. Dengan disaksikan oleh mereka, Rama kemudian dinobatkan menjadi raja.


Mahabharata
      Secara garis besar, cerita Mahabarata bercerita mengenai kehidupan Prabu Santanu atau Sentanu (Çantanu). Dia adalah seorang raja keturunan keluarga Kuru yang menjadi raja kerajaan Barata. Dia mempunyai permaisuri bernama Dewi Gangga, dan berputra Bisma. Isi epos Mahabarata secara garis besar mengisahkan kehidupan Santanu (Çantanu) seorang raja yang perkasa keturunan keluarga Kuru dan bertakhta di kerajaan Barata. Bersama permaisurinya Dewi Gangga, mereka dikaruniai seorang putra bernama Bisma. Pada suatu hari Çantanu jatuh cinta pada seorang anak raja nelayan bernama Setyawati. Namun ayahanda Setyawati hanya mau memberikan putrinya jika Çantanu kelak mau menobatkan anaknya dari Setyawati sebagai putra mahkota pewaris takhta dan bukannya Bisma. Karena syarat yang berat ini Çantanu terus bersedih. Melihat hal ini, Bisma yang tahu mengapa ayahnya demikian, merelakan haknya atas takhta di Barata diserahkan kepada putra yang kelak lahir dari Setyawati. Bahkan Bisma berjanji tidak akan menuntut itu kapan pun dan berjanji tidak akan menikah agar kelak tidak mendapat anak untuk mewarisi takhta Çantanu. Perkawinan Çantanu dan Setyawati melahirkan dua orang putra masing-masing Citranggada dan Wicitrawirya. Namun kedua putra ini meninggal dalam pertempuran tanpa meninggalkan keturunan. Karena takut punahnya keturunan raja, Setyawati memohon kepada Bisma agar menikah dengan dua mantan menantunya yang ditinggal mati oleh Wicitrawirya, masing-masing Ambika dan Ambalika. Namun permintaan ini ditolak Bisma mengingat sumpahnya untuk tidak menikah.       Akhirnya Setyawati meminta kepada Wiyasa, anaknya dari perkawinan yang lain, untuk menikah dengan Ambika dan Ambalika. Perkawinan dengan Ambika melahirkan Destarasta dan dengan Ambalika melahirkan Pandu. Destarasta lalu menikah dengan Gandari dan melahirkan seratus orang anak, sedangkan Pandu menikahi Kunti dan Madrim tapi tidak mendapat anak. Nanti ketika Kunti dan Madrim kawin dengan dewa-dewa, Kunti melahirkan 3 orang anak masing dengan dewa Darma lahirlah Yudistira, dengan dewa Bayu lahir Werkodara atau Bima dan dengan dewa Surya lahirlah Arjuna. Sedangkan Madrim yang menikah dengan dewa kembar Aҫwin, lahir anak kembar bernama Nakula dan Sadewa.
      Selanjutnya, keturunan-keturuan itu dibagi dua yakni keturunan Destarasta disebut Kaum Kurawa sedangkan keturunan Pandu disebut kaum Pandawa. Sebenarnya Destarasta berhak mewarisi takhta ayahnya, tapi karena ia buta sejak lahir, maka takhta itu kemudian diberikan kepada Pandu. Hal ini pada kemudian hari menjadi sumber bencana antara kaum Pandawa dan Kurawa dalam memperebutkan takhta sampai berlarut-larut, hingga akhirnya pecah perang dahsyat yang disebut Baratayuda yang berarti peperangan memperebutkan kerajaan Barata. Peperangan diawali dengan aksi judi dimana kaum Pandawa kalah. Kekalahan ini menyebabkan mereka harus mengembara di hutan belantara selama dua belas tahun. Setelah itu, pada tahun ke-13 sesuai perjanjian dengan Kurawa, para Pandawa harus menyembunyikan diri di tempat tertentu. Namun para Pandawa memutuskan untuk bersembunyi di istana raja Matsyapati. Pada tahun berikutnya, para Pandawa keluar dari persembunyian dan memperlihatkan diri di muka umum lalu menuntut hak mereka kepada Kurawa. Namun tuntutan mereka tidak dipenuhi Kurawa hingga terjadi perang 18 hari yang menyebabkan lenyapnya kaum Kurawa. Dengan demikian, kaum Pandawa dengan leluasa mengambil alih kekuasaan di Barata. Sumber: kisah mahabarata Silsilah Kurawa dan Pandawa di atas adalah menurut versi Indonesia. Dalam versi India, para Pandawa bukanlah keturunan para dewa, Pandawa merupakan keturunan dari raja Nahusta, seorang raja di India. Silsilah Pandawa dan Kurawa versi India sumber: silsilah-mahabarata Menurut Mahabharat versi India, susunan silsilah itu disusun sebagai berikut, raja pertama yang memerintah India ialah Prabu Nahusta sebagai pendiri negara Hastina yang menurunkan raja-raja yaitu Prabu Nahusta, Prabu Yayati, Prabu Kuru, Prabu Dusanta, Prabu Barata, Prabu Hasti, Prabu Puru, Prabu Pratipa, Prabu Santanu hingga sampai Pandawa dan Kurawa. Prabu Yadawa menurunkan raja-raja yang memerintah Mathura, seperti: Basudewa, Baladewa, Kresna dan lain-lainya. Prabu Puru yang menurunkan raja-raja yang memerintah negara Hastina, seperti Sentanu, Abiyasa, Pandu, Duryudana, Parikesit. Prabu Kuru berputra Prabu Dusanta yang menikah dengan Dewi Sakuntala dan berputra Prabu Barata yang namanya dipakai gelar/julukan para Pandawa, sedangkan nama Prabu Kuru dipakai gelar para Kurawa. Silsilah Mahabharata versi Pustaka Raja Purwa Dimulai dari Batara Guru yang menikah dengan Dewi Uma, berputra empat orang di antaranya Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Batara Brahma menikah dengan Dewi Raraswati berputrakan sebelas orang, di antaranya Batara Brahmanaraja yang menikah dengan Dewi Widati dan berputra Batara Parikenan.       Sedangkan Batara Wisnu berputrakan Prabu Basurata yang menikah dengan putri Batara Brahma bernama Dewi Brahmaniyuta, dan berputrakan Dewi Brahmaneki. Begawan Parikenan kemudian menikah dengan Dewi Brahmaniyuta berputrakan Dewi Kaniraras, Raden Kano, Raden paridarma. Karena Dewi Kaniraras putri sulung, maka calon raja di Purwacarita adalah Begawan Manumayasa yang menikah dengan Dewi Kaniraras. Raden Kano dan Raden Paridarma menjadi raja di negara lain. Dewi Kaniraras menkah dengan Begawan Manumayasa berputra Begawan Sekutrem dan menikah dengan Dewi Nilawati, dari pernikahan itu berputra Begawan Sakri yang menikah dengan Dewi Sati dan berputra Parasara. Diceritakan, bahwa Begawan Parasara hendak menyeberangi Bengawan Jamuna, ia diseberangkan oleh seorang wanita yang badanya bau amis dan anyir karena menderita penyakitat bau anyir, dia adalah Dewi Rara Amis (Durgandini) putra Prabu Basuketi raja negara Wiratha. Dewi Rara Amis diobati Raden Parasara yang kemudian diperistri dan berputra Abiyasa, mereka bersama-sama membangun negara Gajahoya. Perbedaan yang jelas dari kedua silsilah itu adalah silsilah Mahabharata versi India disebutkan leluhur Pandawa adalah Prabu Nahusta, leluhur Pandawa versi Pusta Raja Purwa adalah Sang Hyang.

I.                    Metode Penelitian
      Metode yang digunakan dalam makalah ini, yaitu : metode wawancara dan metode observasi. Metode wawancara adalah suatu bentuk komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam wawancara pihak-pihak yang diwawancarai dan yang mewawancarai terlibat dalam proses kontak dan pertukaran informasi.
      Sedangkan metode observasi adalah pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Cara atau metode tersebut dapat dikatakan dengan menggunakan teknik dan alat-alat khusus seperti blangko-blangko, checklist, atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya.

II.                  Teori
      Menurut Allport,kepribadian adalah sesuatu yang terorganisasikan dan terpolakan. Kepribadian itu sendiri bukanlah pengorganisasian yang statis, terus berubah atau tumbuh. Allport mengungkapkan istilah “karakteristik” yang digunakan untuk menunjukkan “individualitas” atau “keunikan”.  Individu-individu yang sehat dikatakan mempunyai fungsi yang baik pada tingkat rasional dan sadar. Menyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan yang membimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatan-kekuatan itu juga. Kepribadian yang matang tidak dikontrol oleh trauma-trauma dan konflik-konflik masa kanak-kanak. Dimana orang orang yang neurotis terikat dan terjalin erat pada pengalaman pengalaman masa kanak-kanak, berbeda dengan orang-orang yang sehat yang bebas dari paksaan-paksaan masa lampau.

Allport mempelopori adanya ‘The Big Five Theory’ yang terdiri dari:
1.      Extraversion
Dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol. Extraversion dicirikan dengan hal-hal positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial.
2.      Agreeableness
Seseorang yang masuk dalam jenis ini adalah seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain.
3.      Consciousness
Dalam hal ini seseorang mempunyai kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.
4.      Neuroriticism
Dalam hal ini mendeskripsikan bahwa seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive.
5.      Openness to experience
Seseorang yang tergolong dalam jenis ini mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas .

Analisis Tokoh

Ramayana
Tokoh-tokoh :
1.      Hanoman
Dalam sifatnya yang protagonis, tetapi tokoh tersebut masuk kedalam sifat extraversion dan consciousness karena tokoh tersebut tidak langsung ingin membunuh Rama melainkan mempertanyakan terlebih dahulu maksud dan tujuan datang.
2.      Sri Rama
Dalam tokoh ini mempunyai sifat consciousness dan openness karena tokoh tersebut memiliki watak rajin, sopan, lembut hati, rela berkorban, tidak putus asa dan selalu sabar serta setia.
3.      Dewi Shinta
Dalam pewayangan tokoh ini termaksud ke dalam protagonis, setia yang artinya tokoh ini termaksud kedalam sifat agreeableness dalam big five theory.

Mahabharata
Tokoh-tokoh :
1.      Bima
Sosok dalam pewayangan ini terkenal dengan gagah berani, jujur, patuh dan memiliki sifat yang cenderung kasar. Tetapi walaupun sosok ini sering dikatakan memiliki sikap yang kasar namun sebenarnya sosok ini memiliki hati yang lemah lembut dan tak pernah berdusta pada omongannya sendiri. Dalam big five theory tokoh tersebut masuk ke dalam sifat consciousness.

2.      Arjuna
Sosok pewayangan ini memiliki watak berani, suka melidungi yang lemah, sopan-santun, dan pendiam yang artinya tokoh ini termaksud ke dalam sifat extraversion dalam big five theory.

Kesimpulan
            Kini kisah-kisah wayang yang hampir dilupakan oleh remaja sebenarnya memiliki manfaat yang banyak untuk bangsa Indonesia. Karena dalam perwayangan sebenarnya kita bisa lebih mudah untuk mengenalkan pancasila serta pengamalan-pengamalan pada sila-sila yang terkandung. Ketika kita paham mengenai cerita kedua pewayangan tersebut sebenarnya kita dapat lebih bisa menghargai hidup karena sebenarnya ketika kita benar-benar menyimak maka wayang tersebut akan hidup dalam diri kita karena pertunjukkan wayang sebenarnya adalah sebuah miniatur kecil untuk memperlihatkan bagaimana dunia yang sebenarnya.

Diskusi
Kesulitan-kesulitan yang dialami pada saat penulisan, seperti : kurang pahamnya materi ketika dijelaskan di dalam kelas karena keadaan kelas yang kurang kondusif menjadi kendala saat melakukan penulisan makalah ini. Lalu terlalu padatnya isi slide yang ditampilkan pada saat pembelajaran menjadikan saya kurang berminat untuk mencatat apa yang ada di dalam slide tersebut.


referensi lain

Minggu, 01 Juni 2014

psikodiagnostik 1 #11

Wawancara

Selamat malam bloggeerrrssss yuhu ~ ketemu lagi nih kita . yuk yuk belajar lagi yuk ya walaupun apa yang saya pelajari ini ada yang copas juga tapi gapapa ya dibaca saja monggo siapa tau bermanfaat :D
kali ini kita akan membahas tentang "wawancara" . ga asing kan ? dikala kita memasuki sebuah institusi pastilah ada nih yang namanya wawancara.

definisi wawancara

Wawancara itu definisnya : ada interaksi verbal yang ada tujuannya, fokus terhadap area tertentu. ini akan mengurangi hal-hal yang tidak dikehendaki saat wawancara.

Wawancara (bahasa inggris: interview) merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara.

Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam wawancara pihak-pihak yang diwawancarai dan yang mewawancarai terlibat dalam proses kontak dan pertukaran informasi.


Tujuan Wawancara
tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi dimana pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang akan di wawancarai.

Elemen Penting
Dalam teknik wawancara terdapat elemen-elemen penting didalamnya, yaitu :

  • Interactional
  • Process
  • Parties/Lawan Bicara
  • Purpose / Tujuan dari wawancara yang biasanya diutarakan pada awal pertemuan.
  • Questions
Bentuk-bentuk Wawancara, antara lain :
  1. wawancara berita dilakukan untuk mencari bahan cerita
  2. wawancara dengan pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu.
  3. wawancara telepon yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon
  4. wawancara pribadi
  5. wawancara dengan banyak orang
  6. wawancara dadakan/mendesak
  7. wawancara kelompok dimana serombongan wartawan mewawancarai seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya.

Manfaat Wawancara
Wawancara dalam komunikasi interpersonal membantu kita untuk :
  • Berkenalan dengan orang yang "istimewa" dalam pribadi, profesi, atau sumbangannya kepada masyarakat.
  • Menambah wawasan hidup.
  • Memberi inspirasi dan mendorong semangat hidup
  • Memotivasi menjadi manusia yang lebih bermutu dan mau memberi sumbangan yang berarti dalam hidup.
Dimensi-dimensi kritis dalam hubungan antar pribadi : (S & C,2000)
- similaritas

  • antara E & R ada persamaan norma budaya, nilai-nilai, pengaruh lingkungan, pengalaman, personality, traits, sikap dan harapan.
- Inklusi / Involvement
  • E & R mau terlibat dalam wawancara
  • kadang salah satu pihak tidak mau terlibat dalam wawancara
  • biasanya dalam bidang klinis
- Afeksi / Liking
  • E&R harus saling suka dan menghargai satu sama lain
  • suasana yang hangat bisa lebih tercapai bila menggunakan istilah "kita" dibandingkan bila menggunakan "saya-anda"/ "kami-mereka"
- Kontrol
  • E & R harus saling berbagi kontrol dan tidak ada yang mau lebih dominan
- Trust
  • E&R harus saling percaya bahwa mereka saling jujur, tulus, dapat diandalkan, reliabel & save.
Jenis Wawancara
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
  1. wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang diinginkan. jika tidak hai-hati, kadang-kadang arah pertanyaan tidak terkendali.
  2. wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali dengan daftar pertanyaan yang lengkap dan terperinci.
  3. wawancara bebas terpimpin, pewawancara mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-apa yang ditanyakan secara garis besar.
ketika kita mewawancarai seseorang sebaiknya kita berada di posisi yang netral, ramah, adil, dan hindari ketegangan.

Sekian :) sampai berjumpa lagi bloggers


Sumber:
  • materi perkuliahan psikodiagnostik 1 pada tanggal 28 Mei 2014
referensi lain:
http://id.wikipedia.org/wiki/Wawancara
http://www.galeripustaka.com/2013/03/definisi-struktur-dan-manfaat-wawancara.html